Ega Candra Fauriza

Visit Ega Candra Fauriza's Website on http://www.egacandrafauriza.co.nr/

Ega Candra Fauriza

Visit Ega Candra Fauriza's Website on http://www.egacandrafauriza.co.nr/

Ega Candra Fauriza

Visit Ega Candra Fauriza's Website on http://www.egacandrafauriza.co.nr/

Ega Candra Fauriza

Visit Ega Candra Fauriza's Website on http://www.egacandrafauriza.co.nr/

Ega Candra Fauriza

Visit Ega Candra Fauriza's Website on http://www.egacandrafauriza.co.nr/

Selasa, 10 Agustus 2010

Pedosfer (Lapisan Tanah)


Pedosfer

Ega Candra Leeuwenhoek Canf :

Susunan Lpisan Tanah
Pedosfer adalah lapisan paling atas dari permukaan bumi tempat berlangsungnya proses pembentukan tanah. Secara sederhana pedosfer diartikan sebagai lapisan tanah yang menempati bagian paling atas dari litosfer. Tanah (soil) adalah suatu wujud alam yang terbentuk dari campuran hasil pelapukan batuan (anorganik), organik, air, dan udara yang menempati bagian paling atas dari litosfer. Ilmu yang mempelajari tanah disebut pedologi, sedangkan ilmu yang secara khusus mempelajari mengenai proses pembentukan tanah disebut pedogenesa.


Daftar isi :

Faktor-faktor pembentuk tanah

Ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi proses pembentukan tanah, antara lain:
  1. Iklim

    Unsur-unsur iklim yang utama mempengaruhi proses pembentukan tanah adalah Suhu dan Curah Hujan



  2. Organisme (vegetasi, jasad renik)

    Gambar Lapisan Tanah
    Organisme sangat berpengaruh terhadap proses pembentukan tanah seperti a) membuat proses pelapukan. b) membantu proses pembentukan humus. c) pengaruh jenis vegetasi terhadap sifat-sifat tanah hal ini terlihat pada daerah beriklim sedang seperti di Eropa dan Amerika. d) memiliki kandungan unsur-unsur kimia yang terdapat pada tanaman berpengaruh terhadap sifat-sifat tanah. 





  3. Bahan induk

    Bahan induk terdiri atas batuan vulkanik, batuan beku, batuan sedimen dan batuan metamorf.




  4. Topografi atau relief

    Keadaan relief suatu daerah akan memengaruhi tebal atau tipisnya lapisan tanah.




  5. Waktu

    Tanah merupakan benda alam yang terus menerus berubah, akibat pelapukan dan pencucian yang terus menerus.




Konsep Pedon dan Profil Tanah

Pedon adalah suatu lajur tubuh tanah mulai dari permukaan lahan sampai batas terbawah (bahan induk tanah). Pedon merupakan volume terkecil yang dapat disebut tanah dan mempunyai ukuran tiga dimensi. Luas pedon berkisar antara 1-10 m2. Kumpulan dari pedon-pedon disebut polipedon. Luas polipedon minimum 2 m2, sedangkan luas maksimumnya tidak terbatas. Profil tanah atau penampang tanah adalah bidang tegak dari suatu sisi pedon yang mencirikan suatu lapisan-lapisan tanah, atau disebut [[Horizon Tanah]]. Setiap horizon tanah memperlihatkan perbedaan, baik menurut komposisi kimia maupun fisiknya. Kebanyakan horizon dapat dibedakan dari dasar warnanya. Perbedaan horizon tanah terbentuk karena dua faktor yaitu pengendapan yang berulang-ulang oleh genangan air atau pencucian tanah (leached) dan karena proses pembentukan tanah. Proses pembentukan horizon-horizon tersebut akan menghasilkan benda alam baru yang disebut tanah. Adapun yang dimaksud solum adalah kedalaman efektif tanah yang masih dapat dijangkau oleh akar tanaman. Horizon-horizon yang menyusun profil tanah berturut-turut dari atas ke bawah adalah horizon O, A, B, C, dan D atau R (Bed Rock).


Warna tanah

Warna tanah merupakan petunjuk untuk beberapa sifat tanah. Penyebab perbedaan warna permukaan tanah umumnya terjadi karena perbedaan kandungan bahan organik. Semakin tinggi kandungan bahan organik berarti semakin gelap warna tanah. Warna tanah disusun oleh tiga jenis variabel, yaitu sebagai berikut,
  1. Hue : warna spektrum yang dominan sesuai dengan panjang gelombangnya.
  2. Value : menunjukkan kecermelangan cahaya.
  3. Chroma : menunjukkan kemurnian relatif panjang gelombang cahaya dominan.
Warna tanah dapat ditentukan dengan membandingkan warna baku pada buku Munsell Soil Colur Chart dengan warna tanah. Warna tanah akan berbeda bila tanah dalam keadaan basah, lembab, atau kering.


Struktur dan Tekstur Tanah

Struktur Tanah

Struktur Tanah merupakan gumpalan-gumpalan kecil dari tanah akibat melekatnya butir-butir tanah satu sama lain. Struktur tanah memiliki bentuk yang berbeda-beda yaitu sebagai berikut.
  1. Lempeng (Platy), ditemukan di horizon A.
  2. Prisma (Prosmatic), ditemukan di horizon B pada daerah iklim kering.
  3. Tiang (Columnar), ditemukan di horizon B pada daerah iklim kering.
  4. Gumpal bersudut (Angular blocky), ditemukan pada horizon B pada daerah iklim basah.
  5. Gumpal membulat (Sub angular blocky), ditemukan pada horizon B pada daerah iklim basah.
  6. Granuler (Granular), ditemukan pada horizon A.
  7. Remah (Crumb), ditemukan pada horizon A.

Tekstur Tanah

Tekstur Tanah menunjukkan kasar halusnya tanah yang didasarkan atas perbandingan banyaknya butir-butir pasir, debu, dan liat di dalam tanah. Untuk menentukan tekstur tanah terdapat 12 kelas dalam segi tiga tekstur tanah.

Sistem klasifikasi tanah

Sistem klasifikasi tanah (alami) yang ada di dunia ini terdiri atas berbagai macam. Sebab banyak negara yang menggunakan sistem klasifikasi yang dikembangkan sendiri oleh negara tersebut. Nama golongan tanah dengan membubuhkan kata sol merupakan singkatan dari kata latin solum.

Jenis - Jenis Tanah di Indonesia

Sebagian besar Jenis Tanah Di Indonesia merupakan tanah vulkanis. Walau demikian, jika lebih dikhususkan lagi maka jenisnya sangat beraneka ragam yang antara lain,
  1. Tanah Gambut atau tanah organik
    Gambut adalah jenis tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tetumbuhan yang setengah membusuk; oleh sebab itu, kandungan bahan organiknya tinggi[1]. Tanah yang terutama terbentuk di lahan-lahan basah ini disebut dalam bahasa Inggris sebagai peat; dan lahan-lahan bergambut di berbagai belahan dunia dikenal dengan aneka nama seperti bog, moor, muskeg, pocosin, mire, dan lain-lain. Istilah gambut sendiri diserap dari bahasa daerah Banjar.
    Sebagai bahan organik, gambut dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Volume gambut di seluruh dunia diperkirakan sejumlah 4 trilyun m³, yang menutupi wilayah sebesar kurang-lebih 3 juta km² atau sekitar 2% luas daratan di dunia, dan mengandung potensi energi kira-kira 8 milyar terajoule.

    Agihan geografis

    Deposit gambut tersebar di banyak tempat di dunia, terutama di Rusia, Belarusia, Ukraina, Irlandia, Finlandia, Estonia, Skotlandia, Polandia, Jerman utara, Belanda, Skandinavia, dan di Amerika Utara, khususnya di Kanada, Michigan, Minnesota, Everglades di Florida, dan di delta Sungai Sacramento-San Joaquin di Kalifornia. Kandungan gambut di belahan bumi selatan lebih sedikit, karena memang lahannya lebih sempit; namun gambut dapat dijumpai di Selandia Baru, Kerguelen, Patagonia selatan/Tierra del Fuego dan Kepulauan Falkland.
    Sekitar 60% lahan basah di dunia adalah gambut; dan sekitar 7% dari lahan-lahan gambut itu telah dibuka dan dimanfaatkan untuk kepentingan pertanian dan kehutanan. Manakala kondisinya sesuai, gambut dapat berubah menjadi sejenis batubara setelah melewati periode waktu geologis.

    Pembentukan gambut

    Pemanenan tanah gambut di Frisia Timur, Jerman
    Gambut terbentuk tatkala bagian-bagian tumbuhan yang luruh terhambat pembusukannya, biasanya di lahan-lahan berawa, karena kadar keasaman yang tinggi atau kondisi anaerob di perairan setempat. Tidak mengherankan jika sebagian besar tanah gambut tersusun dari serpih dan kepingan sisa tumbuhan, daun, ranting, pepagan, bahkan kayu-kayu besar, yang belum sepenuhnya membusuk. Kadang-kadang ditemukan pula, karena ketiadaan oksigen bersifat menghambat dekomposisi, sisa-sisa bangkai binatang dan serangga yang turut terawetkan di dalam lapisan-lapisan gambut.
    Lazimnya di dunia, disebut sebagai gambut apabila kandungan bahan organik dalam tanah melebihi 30%; akan tetapi hutan-hutan rawa gambut di Indonesia umumnya mempunyai kandungan melebihi 65% dan kedalamannya melebihi dari 50cm. Tanah dengan kandungan bahan organik antara 35–65% juga biasa disebut muck.
    Pertambahan lapisan-lapisan gambut dan derajat pembusukan (humifikasi) terutama bergantung pada komposisi gambut dan intensitas penggenangan. Gambut yang terbentuk pada kondisi yang teramat basah akan kurang terdekomposisi, dan dengan demikian akumulasinya tergolong cepat, dibandingkan dengan gambut yang terbentuk di lahan-lahan yang lebih kering. Sifat-sifat ini memungkinkan para klimatolog menggunakan gambut sebagai indikator perubahan iklim di masa lampau. Demikian pula, melalui analisis terhadap komposisi gambut, terutama tipe dan jumlah penyusun bahan organiknya, para ahli arkeologi dapat merekonstruksi gambaran ekologi di masa purba.
    Pada kondisi yang tepat, gambut juga merupakan tahap awal pembentukan batubara. Gambut boglintang tinggi pada akhir Zaman Es terakhir, sekitar 9.000 tahun yang silam. Gambut ini masih terus bertambah ketebalannya dengan laju sekitar beberapa milimeter setahun. Namun gambut dunia diyakini mulai terbentuk tak kurang dari 360 juta tahun silam; dan kini menyimpan sekitar 550 Gt karbon. yang terkini, terbentuk di wilayah

    Gambut di Indonesia

    Luas lahan gambut di Sumatra diperkirakan berkisar antara 7,3–9,7 juta hektare atau kira-kira seperempat luas lahan gambut di seluruh daerah tropika. Menurut kondisi dan sifat-sifatnya, gambut di sini dapat dibedakan atas gambut topogen dan gambut ombrogen.
    Gambut topogen ialah lapisan tanah gambut yang terbentuk karena genangan air yang terhambat drainasenya pada tanah-tanah cekung di belakang pantai, di pedalaman atau di pegunungan. Gambut jenis ini umumnya tidak begitu dalam, hingga sekitar 4 m saja, tidak begitu asam airnya dan relatif subur; dengan zat hara yang berasal dari lapisan tanah mineral di dasar cekungan, air sungai, sisa-sisa tumbuhan, dan air hujan. Gambut topogen relatif tidak banyak dijumpai.
    Gambut ombrogen lebih sering dijumpai, meski semua gambut ombrogen bermula sebagai gambut topogen. Gambut ombrogen lebih tua umurnya, pada umumnya lapisan gambutnya lebih tebal, hingga kedalaman 20 m, dan permukaan tanah gambutnya lebih tinggi daripada permukaan sungai di dekatnya. Kandungan unsur hara tanah sangat terbatas, hanya bersumber dari lapisan gambut dan dari air hujan, sehingga tidak subur. Sungai-sungai atau drainase yang keluar dari wilayah gambut ombrogen mengalirkan air yang keasamannya tinggi (pH 3,0–4,5), mengandung banyak asam humus dan warnanya coklat kehitaman seperti warna air teh yang pekat. Itulah sebabnya sungai-sungai semacam itu disebut juga sungai air hitam.
    Gambut ombrogen kebanyakan terbentuk tidak jauh dari pantai. Tanah gambut ini kemungkinan bermula dari tanah endapan mangrove yang kemudian mengering; kandungan garam dan sulfida yang tinggi di tanah itu mengakibatkan hanya sedikit dihuni oleh jasad-jasad renik pengurai. Dengan demikian lapisan gambut mulai terbentuk di atasnya. Penelitian di Sarawak memperlihatkan bahwa gambut mulai terbentuk di atas lumpur mangrove sekitar 4.500 tahun yang lalu; pada awalnya dengan laju penimbunan sekitar 0,475 m/100 tahun (pada kedalaman gambut 10–12 m), namun kemudian menyusut hingga sekitar 0,223 m/100 tahun pada kedalaman 0–5 m. Agaknya semakin tua hutan di atas tanah gambut ini tumbuh semakin lamban akibat semakin berkurangnya ketersediaan hara.
    Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, dibangun di atas lahan gambut ombrogen.
  2. Aluvial
    Tanah adalah lapisan kulit bumi yang tipis yang terletak paling atas dari permukaan bumi. Tanah tidak terjadi begitu saja melainkan melalui proses yang cukup panjang. Dari proses pembentukan tersebut terciptalah berbagai jenis tanah. Adapun faktor - faktor pembentuk tanah, diantaranya:
    1.    Iklim, yaitu curah hujan dan suhu sekitar. Semakin tinggi curah hujan maka proses pencucian tanah akan semakin cepat sehingga tanah menjadi asam dengan PH rendah, tanah ini kurang baik untuk dijadikan lahan pertanian.
    Sebaliknya bila suhu di sekitar tinggi, maka proses pelapukan bahan induk tanah akan semakin cepat dan tanah semakin cepat terbentuk.
    2.    Organisme seperti mikroorganisme atau jasad renik cukup membantu dalam proses pembentukan humus. Humus adalah zat yang dibutuhkan tanah agar membentuk tanah yang subur. Daun–daun dan ranting yang jatuh ke permukaan tanah lama–lama akan membusuk dengan bantuan mikroorganisme tersebut. Kemudian selanjutnya terbentuklah humus.
    3.    Bahan induk tanah seperti batuan vulkanik (berasal dari gunung berapi), batuan beku, batuan sedimen (endapan), dan batuan metamorf akan hancur dan mengalami pelapukan kemudian menjadi tanah.
    4.    Topografi atau kontur wilayah. Wilayah yang konturnya miring dan berbukit lapisan tanahnya lebih tipis dibandingkan tanah yang ada di wilayah yang datar. Perhatikan pula drainase atau sistem pengairannya. Tanah yang terlalu sering tergenang memiliki kandungan tanah yang asam. Tanah seperti ini kurang baik untuk ditanami.
    5.    Waktu, tanah akan mengalami pelapukan dan pencucian terus menerus sehingga lama kelamaan akan menjadi semakin tua dan kehilangan unsur hara. Unsur hara  seperti mineral adalah yang paling dibutuhkannya dalam pembentukan tanah baru.
    Tanah alluvial adalah jenis tanah muda yang dalam proses pembentukannya masih terlihat campuran antara bahan organik dan bahan mineralnya.
    Dari berbagai macam jenis tanah yang ada, tanah yang paling mudah terbentuk adalah tanah alluvial. Tanah ini terbentuk dari endapan lumpur sungai yang mengendap di dataran rendah. Sifat tanahnya cenderung subur karena masih terdapat banyak kandungan mineralnya yang merupakan unsur hara dan bisa dijadikan lahan pertanian.
    Ini adalah jenis tanah muda yang belum mengalami perkembangan dengan keadaan tanah yang selalu basah dan PH yang berubah–ubah.
    Tanah alluvial tersebar di dataran alluvial pantai, alluvial sungai , dan daerah cekungan. Tanaman yang cocok tumbuh di tanah alluvial contohnya adalah bawang merah.
  3. Regosol                                                                                                Tanah regosol adalah tanah yang berasal dari endapan abu vulkanik. Ketika sebuah gunung api meletus, maka akan dikeluarkan berbagai material dari dalam perut bumi. Material ini kaya akan zat hara yang penting untuk kesuburan tanah. Karena itu, tanah regosol terdapat hanya di daerah yang memiliki aktivitas gunung api.
    Ciri Tanah Regosol
    Ciri-ciri fisik tanah regosol adalah memiliki butiran kasar. Ciri lainnya adalah belum menampakkan adanya perlapisan horisontal. Warna bervariasi dari merah kuning, coklat kemerahan, coklat dan coklat kekuningan. Itu karena bergantung pada material dominan yang dikandungnya.
    Contoh penyebaran tanah regosol di Indonesia adalah di Sumarta, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.
    Tanah regosol dimanfaatkan untuk pertanian khususnya  tanaman padi, tebu, kelapa, tembakau, sayuran dan palawija.

    Tak Ada Tanah Regosol di Kalimantan
    Tanah Regosol
    Di Kalimantan, tidak ada tanah regosol. Hal ini disebabkan karena Kalimantan tidak ada aktivitas vulkanik.  Geologi daerah Kalimantan relatif stabil. Pulau ini tidak mengalami aktivitas tektonik dan vulkanik. Hal ini disebabkan karena Kalimantan tidak berada pada jalur gunung api dunia atau Ring of fire.
    Khusus di Indonesia, terdapat dua jalur gunung api dunia yaitu Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediterania. Sepanjang kedua jalur ini membentang gunung api aktif yang siap mengeluarkan muntahan abu vulkanik kapan saja.
    Jalur Sirkum Pasifik mengelilingi Samudra Pasifik. Jalur ini di Indonesia memotong dari utara Pulau Sulawesi, Pulau Halmahera hingga Papua. Jalur Sirkum Mediterania untuk wilayah Indonesia melalui Sumatra,   Jawa, Bali, Nusa Tenggara, hingga Maluku.
    Wilayah Pulau Kalimantan tidak dilalui kedua jalur ini. Itu sebabnya tidak ada gunung api di pulau ini. Tidak ada gunung api, berarti tidak ada tanah regosol yang berasal dari endapan abu vulkanik.

    Keuntungan dan Kerugian Daerah Gunung Api
    Walau tinggal di lereng gunung api terkesan berbahaya, namun banyak orang masih memilih tinggal di daerah ini. Mengapa ? Itu karena kesuburan yang terjadi setelah terjadi letusan gunung api. Endapan abu vulkanik yang dikeluarkan ketika gunung meletus adalah bahan utama tanah regosol yang subur.
     
  4. Litosol
  5. Latosol
  6. Grumosol
  7. Podsolik Merah Kuning
  8. Podsol
  9. Andosol
  10. Mediteran Merah Kuning
  11. Hidromorf Kelabu (gleisol)
  12. Tanah Sawah (Paddy soil)

Kerusakan Tanah dan Dampaknya Bagi Kehidupan

Kerusakan Tanah yang terjadi saat ini merupakan dampak pemanfaatan lingkungan yang tidak terkontrol sehingga mengakibatkan terjadinya krisis lingkungan. Dampak yang sangat terasa dalam kehidupan manusia adalah berkurangnya lahan subur yang menjadikan semakin menipisnya lahan yang bisa dijadikan lokasi produksi kebutuhan agraris manusia. 


Semoga Bisa Bermanfaat Bagi Para Pembaca